06 September 2013

End Zone dan Friendzone

Adalah sebuah hal yang sangat jarang ketika saya kepikiran untuk membuat suatu artikel yang berhubungan dengan kehidupan romansa. Kenapa? Karena saya tipikal pria yang tidak terlalu memusingkan masalah ini. Memang saya akui tidak sepenuhnya saya tidak peduli, ada kalanya terlintas sedikit perihal romansa di dalam ruang otak saya, yang dengan seenaknya menyelinap di antara saraf-saraf penyusun memori ini.

Liar. Ya, begitulah cinta. Kadang muncul di saat kita sibuk mengejar mimpi. Ketika kita sibuk mengejar deadline skripsi, deadline laporan KP, deadline proyek, dan lain-lain. Belum lagi bisnis kecil-kecilan untuk sedikit menopang perekonomian pribadi untuk membeli sesuatu yang sangat kita inginkan tapi bingung dan malu ingin minta sama orang tua. Sudah cukuplah mereka kita repotkan dengan membayar SPP tiap semester, belum termasuk SKS, belum termasuk remidial. Sudah cukuplah mereka bersabar dengan kita yang berkapasitas biasa-biasa saja (dalam hal akademis) dan tidak kunjung lolos beasiswa karena kurangnya IPK minimum yang disyaratkan.

Loh mau kemana tulisan ini? Malah melanglang buana ke masalah akademis...

Jadi begini, saya ajak Anda ke dalam pikiran saya. Ayo kita pikirkan salah satu permainan olahraga yang keras, yang membutuhkan strategi yang sangat matang, yang membutuhkan pelindung yang komplit mulai dari helm sampai armor. Ya, benar. Itulah american football. Ingat, bukan rugby (entah sudah berapa kali saya menjelaskan ke khalayak kalau rugby dan american football itu jauh berbeda). Dan untuk memudahkan pembahasan selanjutnya, mari kita singkat american football menjadi football. Jauhkan dulu pikiran Anda dari sepak bola, karena tidak akan nyambung ke sana.

Insepsi kedua, apa yang ada di pikiran Anda ketika melihat dua orang pria dan wanita. Mari anggap saja pria yang di sana itu adalah teman Anda. Dan wanita yang di sana itu adalah teman Anda juga. Si pria ini tertarik dengan si wanita, sedangkan si wanita tidak sama sekali (nah loh!). Si wanita ini tidak tertarik tapi merasa begitu nyaman dengan si pria, yang pada akhirnya si pria jadi teman curhat (atau lebih kerasnya, dukun curhat). Ya, itulah namanya friendzone, istilah yang sangat populer akhir-akhir ini. Entah siapa yang mempopulerkan pertama kali.

Sekedar info (ini random), pria dan wanita itu selamanya tidak akan bisa menjadi murni teman kecuali mereka saling mematikan daya tarik. Dan tidak akan bisa menjadi sahabat dekat kecuali... tidak perlu saya teruskan, silahkan pikir sendiri. Ingin tahu lebih lanjut silahkan googling. Ada berbagai link yang menuju ke riset yang bersangkutan.

Nah, sudah dua insepsi yang saya masukkan. Sekarang mari kita olah. Di football, lapangan terdiri dari berbagai garis-garis yang banyak, kompleks pula. Biar jelas, lihat gambar di bawah ini:


Fokuskan pandangan Anda ke end zone (area hijau tua), zona akhir di mana jika bola dibawa ke area itu, maka akan menghasilkan 6 poin. Nah, perjalanan menuju ke sana itu susah, ya kadang gampang, tergantung strategi offense. Tergantung strategi dari defense juga. Jadi saling tergantung, banyak faktor memengaruhi.

Dari situ maju terus dan terus maju, dan akhirnya sampai mendekati garis end zone. Nah inilah fase krusial, di mana defense akan semakin memperketat penjagaan mereka seketat-ketatnya. Hal inilah yang sangat menyulitkan tim offense untuk menyerang. Dengan kata lain, sulit ditembus. Meski sulit, dengan strategi yang matang maka zona itu dengan mudah saja dilewati, begitu.

Lalu, apa hubungannya dengan insepsi kedua? Mudah saja. Bagaimana sekiranya kalau pria dan wanita yang saya sebutkan di atas terjebak di friendzone? Ya, sulit ditembus. Inilah benteng pertahanan terakhir yang paling krusial. Terserah kita mau melakukan apa di sana, yang jelas kalau kata orang sih ini sudah mati alias dead end. Tetapi, sulit ditembus bukan berarti tidak bisa ditembus. Seperti yang saya bilang di end zone di atas, dengan strategi yang matang, zona itu bisa kita lalui saja dengan mudah kok. Cuma butuh pengorbanan, entah mau seperti apa. Salah satunya berhenti menjadi dukun curhat, menjauh perlahan, dan kembali lagi untuk kembali menawarkan hal lain yang menuju ke lebih dari teman tentunya. Seperti apa caranya? Silahkan pikirkan sendiri, saya tidak akan menjelaskan lebih lanjut. Biarkan kreatifitas Anda yang memecahkannya.

Jadi, itulah perumpamaan friendzone menurut end zone dalam american football. Salam olahraga!